Sabtu, 28 Juli 2012

DERMAGA

dari atas silo kau melihat silau panjang ujung dermaga
tanjung yang menahan riak gelombang lampu lampu
kapal mengerlip sepanjang jembatan merkuri mengerjap
memanggil manggil hati yang sunyi
orang orang pun datang mencari keberuntungan
menabur umpan kedasar lautan

berjejer tongkang merapat disisi pelabuhan
palka demi palka membuka dan harapan kita
atur baik baik tumpukan demi tumpukan dan berikan
makna pada keringat darah yang tercurah disini
kantuk dan muntah tidak tumpah berdiri semalam suntuk
seperti pilar dermaga seperti prajurit setia

kendaraan berat itu datang dan pergi di dermaga
derunya menggetarkan hati, bumi laut dan awan
besi dan semen peluh dan debu tubuh mengumpul jadi satu
tertuang di dermaga fana ini
dermaga yang menyimpan harapan masa depan
dermaga tempat memandang jauh ke silo menara
yang menjulang angkuh kelangit tinggi

kontener demi kontener disiapkan
louder demi louder bergetar
mengantar berjuta juta harapan
dan kau tentu tidak mengeluh,bukan?
meski malam malam kita tak boleh tidur
berbaring melepas lelah diatas beton pelabuhan
kau tidak berharap agar hujan turun bukan?
agar semalaman seluruh dermaga tertutup kabut
dan kia bisa terkantuk kantuk atau
lelap tertidur berselimut kertas kraft

dengan segelas anggur kita tahan bergumul di bawah palka
dengan secangkir kopi kami tahan menunggu waktu usai
bertahan dengan gemuruh debu polusi yang mengintai
dengan jaring jaring penyakit dan maut yang menjerat langkah
telah kau bayar dengan anak anak yang bersekolah
kamar rumah sakit dan ruang tempat membaca
rumah ibadah dan taman hijau tempat anak anak bermain

kubaca dibiji mata para pekerja
yang kuyu menahan kantuk dilarut malam
tersimpan kesukuran karena masih mampu bekerja
dermaga adalah sebuah nikmat
dimana lautmu menyimpan ikan yang montok
angin segar berembus dari pantai bakau dan kampung nelayan
mentari jingga menyembul setiap senja

di lengan jembatan itu kucoretkan namaku
dukaku kupendam rinduku kuperam
karena aku seperti juga saudara
dermaga itu masih berdiri tetap kukuh
setia menunjang hidup kita para pekerja
tetap terpancang utuh dalam empasan gelombang
melewati zaman dan musim

waktu berputar tampa kenal malam dan siang
orang orang ataukah robot kitakah itu
yang bersileweran dalam kesibikan
menunggu dan berharap kapal kapal yang singgah
datang berlabuh kemudian bertolak lagi ke negeri yang jauh

(kenang kenangan untuk teman di pelabuhan biringkassi tonasa) 1984

Kamis, 26 Juli 2012

BIRINGKASSI 19/10/1984

III

ketakutan akan kesepian dan kelaparan
menjadi musuh bebuyutan dikutuk dan dijauhi
datang tampa diundang
menyahut sendiri tampa ditanya

wujudnya nyata dirasakan
setiapkali menarik nafas
namun ia menjelma jadi sahabat
pemberian alam
yang harus diakrabi
ditemani tidur bersama
dicumbu dan dibelai

ia anak kecil yang cengeng senang digendong
mengganggu tidur kita dalam lelap
dalam wajahnya yang berubah ubah
bagai tamu yang harus dihargai
dan tak perlu diusir dengan kasar
meski datangnya ditengah malam
membanting pintu

oh kesepian dan kelaparan
siapakah kau itu sebenarnya
setan apa yang membawa
engkau datang kemari

aku sudah dewasa dibesarkan olehnmu
meski yang kucari tak ketemu
masuklah duduk dekat kepadaku
akan kuhangaykan secangkir kopi
biar kita dapat tenang dan tahan
melewati malam malam panjang yang kelam

PANTAI BIRINGKASSI 1984

II

rasa takut akan kesepianlah membuat aku kemari mencarimu
disaat pasang naik dan banjir membobol tanggul empang gantungan hidupmu
yang kulihat hanya seorang nenek tua (nenekmu) terbungkuk bungkuk
menebangi akar pohon bakau yang meranggas
lalu dijunjung diatas kepalanya
tak sampai hati aku melarangnya

kebiasaan yang bertahun bahkan berabad
karena kutahu ketakutan akan kelaparanlah
yang membuat nenek tua itu nekat begitu
meski ditahunya akar bakau itu masih basah, masih hidup
ketakutan akan kesepianlah membuat aku kemari mencarimu
diantara iring-iringan panjang para perempuan desa menjunjung air
menempuh jarak berkilometer dari rumahnya
meski ditahunya air tawar itu diperolehnya tampa permisi
dari sebuah tangki pembangunan suatu proyek
yang menggusur tanah tempat tinggalnya

ketakutan akan kelaparanlah yang membuat
perempuan itu nekat begitu meski ditahunya
air tawar itu belum tentu bersih dan enak diminum
ketakutanlah yang membuat kita angkat kaki
dan mencari tempat berlindung
dari pasang dan banjir yang menyerang

PANTAI BIRINGKASSI 1984

I
ketika laut surut pohon bakau itu seperti mencengkramkan jemari akarnya ke bumi tak ingin lepas
tubuhnya memagari pantai dan menahan gempuran ombak bertahun bahkan berabad  
dari sini kudengar desis air ditarik pelan pelan ke pusat bumi
kudengar gesekan daun daun dan dahan dihembus angin
bunyi lengking elang laut dekat sekali
selebinya hanya kesenyapan ruang dimana aku jalan sendiri
suara apakah itu gerangan memanggil aku dalam hatinya
untuk singgah sebentar saja sekedar bertanya
apa perlumu datang ke tempat sepi seperti ini
mematung disisi pematang seraya menengadahkan wajah kelangit
sedang disana tak ada apa apa selain awan gelap yang menyesakkan nafas
seperti ada sesuatu yang hilang
aku pun berjongkok disisi pematang mencari-cari
kulihat hanya ikan-ikan kecil yang berenang
kepiting yang berkejaran berlomba memasuki lobang perlindungan
seperti dulu dimasa kanak orang tua membuat tempat berlindung
agar terhindar dari bahaya peluru nyasar
aku pun tersentak dari lamunanku
angin barat semakin kencang menghantar gelombang
menghantam tubuh daun dan dahan bakau yang tetap kukuh bertahan
hanya tangan tangan jahil saja yang sering datang menebang
membuatnya menjadi arang
di tengah kesepian hutan bakau
aku masih mencari cari sesuatu yang hilang
di bawah awan gelap dan tamparan angin kencang
aku angkat kaki karena siapa tahu
disekitar tempat ini yang kutemui hanya
seekor ular berbisa yang lapar.............

Rabu, 04 Juli 2012

DULU BATU

dulu
batu teguh
sekarang
karang kropos
tergerus arus
zaman

dulu
padu bersatu
sekarang
pecah berserakan
tuntutan waktu
menjadi galau
tak tentu
kemana menuju

negeriku
aku tersedu
padamu

Senin, 02 Juli 2012

BOLA OH BOLA

setan setan pun senang menonton bola
bertanding taruhan di ruang gelap tertutup
bolanya kepala manusia
yang ditendang bolak balik
membentur dinding
hingga gepeng bersegi
tak utuh lagi

para setan itu pun tertawa terbahak bahak
melihat bola itu
pada mata yang membelalak
pada lidah yang menjulur
pada gigi yang rontok berhamburan
pada cairan otak yang meleleh
pada tengkorak yang pecah
pada kulit wajah yang hancur
tertawa melihat darah
tercecer dimana mana

manusia pun ikut senang menonton bola yang diperebutkan
bertanding taruhan di ruang lapang terbuka
bola bundar yang ditendang
bergelinding dan melayang
para pemainnya itu
berlari larian kesana kemari
dan penonton bersorak sorak
pada tubuh yang bertabrakan
pada tendangan yang merobek gawang
pada gerak tipu yang memperdaya
pada sundulan kepala yang tepat sasaran
ou tendangan salto yang memukau
umpan pendek yang cantik
umpan tarik yang menarik
mencibir pada nafas yang terengah
pada tubuh yang kehabisan tenaga
ber hu hu ber he he pada bola liar
yang menggetarkan gawang lawan

diam melihat jagoannya freekick
protes menggila kalau jagoannya dicurangi
tak ada penonton bola tampa memihak
sangat tergantung kepentingan
demi kebesaran kelompok
fairply menjadi nomor sekian
setan saja yang senang pada yang jahat
supporter yang kalah bisa kalap mengamuk
hanya malaikat yang tak ada niat dan hasrat
entah para dewa olimpus
yang duduk di singgasananya
jauh dimasa lampau
apa juga senang
menonton bola
yang menggemparkan dan membius dunia